Membuat Pelanggan Makin Nyaman

04 Sep

Membuat Pelanggan Makin Nyaman

Membuat Pelanggan Makin Nyaman

 

Nikmatnya jadi pelanggan masa kini. Ada apa-apa yang kurang jelas, saya tinggal menghubungi Contact Center-nya. Kurang puas juga? Mudah, tinggal kirim email komplain atau mention di media sosial si produsen. Kalau tidak dilayani dengan baik, saya tinggal mencari produk kompetitor dengan servis yang lebih oke. Toh, pilihan makin banyak.

 

Sebagai contoh, saya pernah membeli satu buku dari online shop terkenal di dunia. Responnya cepat sekali, ketika saya memerlukan penjelasan lebih rinci terhadap barang yang akan saya pesan. Saya juga pernah menggunakan jasa online pengiriman uang, dari sebuah situs ternama. Saya kaget, mereka menelpon langsung dari Singapura untuk menjelaskan pertanyaan saya. Bahkan untuk menggaet pasar Asia, sudah ada toko online asal Amerika yang menyediakan asistensi dalam Bahasa Indonesia.  Luar Biasa… Dan, tanpa sadar, setelah puas akan pelayanan mereka, saya menjadi “endorser” produknya karena pengalaman ini saya bagikan ke teman-teman. Jika dilayani buruk, bukan tidak mungkin saya juga akan bercerita ke orang lain.

 

Suara pelanggan memang makin menjadi perhatian serius para pebisnis. Sampai-sampai divisi pelayanan pelanggan telah menjadi salah satu bagian paling strategis. Tidak cuma di bisnis  B2C tetapi juga hingga ke pemain B2B. Intinya pelanggan telah menjadi basis keputusan perusahaan.

 

***

 

Beberapa dekade yang lalu, pelanggan mungkin belum menjadi bagian paling krusial untuk di-maintain. Produsen dan penyedia jasa seakan memiliki posisi lebih tinggi daripada pelanggannya. Di sisi lain,  pelanggan tidak punya banyak pilihan pun tidak punya banyak kanal untuk pengaduan.  Sekarang berbeda, kita telah jauh memasuki masa ketika bisnis makin kompetitif dan seluruh produsen jasa maupun barang berlomba-lomba menjadikan kepuasan pelanggan sebagai salah satu indikator maju tidaknya bisnis.

 

Saat “perebutan pelanggan” menjadi hal yang makin sengit, membaca peta pelanggan menjadi hal yang sangat penting saat sebuah bisnis dijalankan. Lebih lebih pada bisnis yang baru berdiri pun untuk produk yang baru atau akan diluncurkan. Merebut hati pelanggan memang perkara “susah-susah gampang”. Makin banyak keputusan pembelian yang didasari rasa emosional, bukan sekedar kebutuhan akan produk tersebut.  Sementara itu, produsen  kian marak berusaha menciptakan pasar baru dengan membangun basis pelanggan baru yang awalnya “tidak butuh” menjadi butuh”. Seperti kata Philip Kotler: We are living in a world that is no longer facing a shortage of goods, but a shortage of customers".

 

Banyak teori untuk mengelola pelanggan agar tidak kabur kemana-mana dan loyal terhadap produk kita. Mulai dari memahami demografi pelanggan, mendengarkan keluhan, berinovasi sesuai kebutuhan pelanggan bahkan menggunakan ilmu-ilmu psikologi untuk memahami customer behavior. Di masa dimana teknologi begitu berperan dalam mempengaruhi pengambilan keputusan untuk membeli, pekerjaan divisi pemasaran bisa menjadi lebih mudah atau bahkan menjadi lebih rumit. Lebih mudah, karena untuk beberapa produk, kanal promosi dan pemasaran makin luas. Lebih rumit, karena teknologi memungkinkan pelanggan dan calon pelanggan gampang “cek toko sebelah”, alias makin mudah membandingkan beberapa produsen sejenis yang membuat pasar makin kompetitif.

 

Adalah Handi Irawan, seorang pakar dan konsultan marketing yang menggagas Hari Pelanggan Nasional pada 2003 lalu. Para marketer bersepakat, bahwa Hari Pelanggan perlu sebagai “awareness” perusahaan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi para pelanggannya. Bukan pada saat saat tertentu saja, namun terus berkesinambungan. Hari Pelanggan juga dapat dijadikan momentum membuka jalinan komunikasi yang lebar antara pelanggan dan perusahaan, sehinga kebutuhan kedua belah pihak dapat terjembatani. Bahwa “Pelanggan adalah Raja” bukan hanya menjadi slogan. Pelanggan-lah yang sejatinya membuat bisnis itu bergerak, karena aset terbesar sebuah bisnis, sejatinya adalah pelanggan. Lebih penting lagi menjadikan pelayanan terbaik bagi pelanggan adalah jiwa perusahaan itu sendiri.

 

Setiap perusahaan harus membangun semacam control list kepuasan pelanggan untuk memastikan pelayanan pelanggan telah memenuhi standar baik standar internal perusahaan maupun dalam lingkungan bisnisnya. Minimal satu kali dalam setahun, harus dilakukan “check up” pada aktivitas perusahaan apakah sudah memenuhi standar tersebut atau belum. Dimana kekurangannya, apa yang perlu dikembangkan, sebagian besar dituangkan melalui berbagai metode seperti survei kepuasan pelanggan, mistery shopper dan lain-lain. Momentum Hari Pelanggan Nasional dapat dijadikan oleh para produsen untuk melakukan “check up’  tersebut.

 

Berbagai lembaga riset membangun macam-macam indikator untuk mengukur kepuasan pelanggan. Bahkan perusahaan-perusahaan besar yang ada dalam tingkat persaingan tinggi, melakukan kustomisasi pada survei-survei yang mereka lakukan. Tidak hanya itu, perusahaan jasa yang nyaris bermain sendiri pun melakukan survei kepuasan pelanggan. Tujuan besarnya adalah memperoleh feedback dari pelanggan sebagai bahan pengembangan produk Dan ujung-ujungnya memberi kontribusi pada profit perusahaan.

 

Melahirkan kepuasan pelanggan memang membutuhkan proses yang cukup panjang. Namun, memenangkan kepuasan pelanggan artinya makin dekat dengan memenangkan persaingan.

 

Hari Pelanggan bukan saja untuk produsen dan pelanggan itu sendiri, namun perhatian yang lebih kuat pada pelanggan akan menggerakkan bisnis itu sendiri dan pada akhirnya menggerakkan ekonomi secara keseluruhan.

 

Mari bersama-sama mewujudkan Senyum Pelanggan dengan menciptakan pengalaman layanan yang memuaskan.

  • 04 Sep, 2016
  • 168Solution Public Class

Share This Story