Pintar Bukan Jaminan

24 May

Pintar Bukan Jaminan

Jika selama ini sahabat masih memegang keyakinan bahwa inteligensi atau kepandaian adalah segalanya. Jika selama ini Anda percaya bahwa dengan kepandaian dan penguasaan ilmu, Anda akan bisa menguasai segalanya. Dan jika selama ini Anda sangat meyakini bahwa dengan bekal ilmu saja, Anda bisa meraih semua yang Anda cita-citakan, nah coba sejenak menyelami tulisan dibawah ini, saya yakin setelah membaca 3 kisah berikut ini, bisa jadi dan hampir dapat dipastikan, Anda akan berfikir ulang soal persepsi Anda selama ini.

Kisah pertama

Seorang staff IT menceritakan pengalaman bekerjanya di sebuah perusahaan. Masa percobaan untuk menjadi calon karyawan tetap di perusahaan itu tidak hanya ditentukan oleh penguasaan pekerjaan dan tugas. Lebih dari itu, penentu kelulusan masa percobaan juga di ukur oleh seberapa berhasil si karyawan menjalin relasi dengan baik kepada semua bagian yang ada di perusahaan tersebut. Untuk menentukan lulus tidaknya si karyawan dari masa percobaan, bukan hanya kewenangan atasan si karyawan. Namun, evaluasi juga dilakukan oleh semua bagian (dengan menggunakan sampling), seluruh rekan kerja 1 bagian dengan si karyawan dan bahkan bawahan si karyawan (jika karyawan baru tersebut memiliki bawahan). "Luar biasa...!!", demikian kata staff IT tersebut, "ujiannya bukan saja soal bagaimana kita menguasai teknis pekerjaan, tapi juga bagaimana kita bisa menjalin relasi dengan semua orang di kantor itu".

Awalnya staff IT itu menganggap, dengan bekal ilmu dan pengalaman yang dimilikinya, ia yakin akan lulus dari masa percobaan. Bayangkan saja, dengan penampilan yang gagah perlente, guanteng, atletis, pintar ia lulus dengan predikat cumlaude, bekerja di perusahaan sebelumnya juga telah banyak mencetak presentasi, dengan membuat berbagai sistem informasi dan program-program komputer yang tergolong canggih dan user friendly. Hebat kaaaann, pasti Anda akan berdecak kagum dong dengan latar belakang pengalaman seperti itu.

"Ternyata, pinter bukan jaminan!" tapi bagaimana kita bisa menjalin relasi dan bisa diterima oleh semua orang, itu yang lebih menentukan nasib selanjutnya, apakah kita bisa menjadi karyawan tetap, atau akan putus seusai masa percobaan hanya karena dia tidak dapat membangun hubungan dengan lingkungan dimana dia berada saat itu.

Cerita lainnya

Ada seorang yang pakar di bidang pembenahan sistem dan prosedur kerja. Ia sudah merasa ilmunya diatas rata-rata rekannya yang berprofesi sejenis. Ia menimba ilmu bahkan sampai ke luar negeri, demi mencapai kategori pakar, untuk bidang sistem dan prosedur kerja. Setelah lulus kuliah, ia melanjutkan studinya sampai tingkat tertinggi yang bisa ia raih. Tidak tanggung-tanggung, ia mempelajari sistem dan prosedur kerja, sampai ke luar negeri. Kembali ke negaranya, ia merasa bekalnya sudah melampaui cukup dan dengan bekal itu, ia akan bisa menguasai pekerjaannya ketika bekerja di sebuah perusahaan  kelak.

Namun, realita tidak sejalan dengan angan-angannya. Sebagai seorang pakar sistem dan prosedur, selain menguasai ilmu dan pandai menyesuaikan kebutuhan dengan sistem ideal yang akan dicapai, ternyata kemampuannya untuk menyampaikan ide dan gagasannya terkendala. Ini semua gara-gara soal bahasa. Pakar sistem prosedur kerja ini, dinilai oleh rekan-rekan kerjanya tidak bisa membahasakan teori dan ilmu-nya ke dalam bahasa yang mudah dipahami oleh karyawan perusahaan. Bahasa yang dipakai selama ini, dianggap terlalu ‘tinggi’, tidak menyesuaikan dengan level dan kondisi dimana ia berada.

Ilmu yang selama ini ia agung-agungkan, menjadi sia-sia, karena kemampuannya untuk down to earth dan menggunakan bahasa yang lebih ‘membumi’ tidak berhasil ia lakukan. Akhirnya ia harus berpindah ke perusahaan lain, yang bisa menerima kelemahannya, sekaligus mendapatkan manfaat dari penguasaan ilmunya ini. Ketika diterima di perusahaan asing, yang menggunakanhigh technology dan banyak lulusan bergelar Master yang bekerja disana, barulah ia merasakan kepandaiannya bisa diterima banyak orang.

“Selama ini dia menganggap kepandaian dan ilmu-ilmu yang sudah dia pelajari, akan membuatnya  berhasil dan bisa mencetak prestasi kerja yang cemerlang. Ternyata, dia belum berhasil men-deliver ide dan gagasan ke dalam bahasa yang lebih mudah dan sederhana, yang bisa diterima oleh banyak orang.aaaah lagi lagi Pintar bukan jaminan , yang penting dia bisa menyampaikan maksud dan konsepnya dan bisa dipahami oleh orang lain.

Kisah terakhir

Seorang salesman handal yang masih cukup belia usianya, beberapa kali mendapatkan bonus besar dari pemilik perusahaan, karena penjualannya melampaui target yang ditetapkan perusahaan. Salesman ini memang memiliki hampir segalanya. Ia pintar dalam berjualan. Ia menguasai tekni-teknik komunikasi dan persuasi yang membuat pelanggan yang semula enggan mendengarkan presentasinya, bahkan sampai melakukan repeat order dan menambah omzet perusahaannya dalam bilangan yang menakjubkan. Perasaan bangga dan rasa percaya dirinya makin bertambah hari demi hari. Ia pun dijanjikan diberikan bonus tamasya ke luar negeri di akhir tahun, sebagai bentuk penghargaan perusahaan atas prestasi luar biasanya.

Sayangnya, sedikit kesalahan, membuat reputasinya diantara para salesman menjadi turun. Dalam sebuah acara komunitas para salesman dan marketer, si salesman handal yang biasanya berbagi pengalaman dan tips untuk mendapatkan order ini, tiba-tiba melakukan hal yang selama ini tidak pernah ia lakukan. Dalam rasa bangga karena akan mendapatkan bonus besar di akhir tahun, salesman ini menjelek-jelekkan produk kompetitor. Ia mengatakan, salah satu keberhasilannya selama ini, karena produk dari kompetitor tidak bisa mengimbangi keunggulan dan inovasi dari produk yang ia jual. Celakanya (atau mungkin ini sebuah pelajaran berharga?),salesman dari produk kompetitor itu baru saja bergabung di komunitas tersebut, dan untuk pertama kalinya ia mengikuti acara komunitas itu. Kontan, selain membuat muka salesmanperusahaan kompetitor itu merah bak kepiting rebus, para salesman dan marketer anggota komunitas tersebut juga terperangah! Baru kali ini si salesman handal ini melakukan hal itu. Sesaat, setelah peristiwa itu, salesman handal ini menuai kritik dari anggota komunitas.

“Duh, kenapa ya waktu itu aku menjelek-jelekkan produk kompetitor? Itu kan hal tabu yang tidak boleh dilakukan di komunitas. Selama ini aku bangga dengan prestasiku, aku percaya diri dengan segala kepandaian dan menguasaan ketrampilan menjual yang aku miliki… nggak cukup kalo cuma pinter, aku juga harus menghargai orang. Aku harus bisa mengunggulkan produk yang aku jual, tapi bukan dengan menjatuhkan lawanku, tapi membuatnya lebih kompetitif dan bersaing dalam inovasi yang lebih unggul lagi”.

Kawan, kepandaian bisa jadi bukanlah segalanya.  Namun, bagaimana cara kita menggunakan kepandaian. Bagaimana kita men-deliver ilmu yang kita miliki.. Dan bagaimana kita tetap bisa menghargai orang lain meskipun kita telah mumpuni, itu lebih dari segalanya.

Dunia  tidak hanya berisi orang-orang yang pintar dan pandai dalam suatu ilmu atau ketrampilan, namun yang memiliki kebesaran hatisemangat melayani sesama, kebijakan dalam hidupdan kegigihan untuk mencapai tujuan… merekalah mengisi daftar orang-orang yang terbilang sukses dalam hidupnya.

Sumber: http://irmasustika.com/home/pintar-bukan-jaminan/

  • 24 May, 2018
  • 168Solution Public Class

Share This Story